Sabtu, 13 April 2013

My New State


“Kakak.. kerennya itu si El-Kahfi!”, seru adikku dengan mimik penuh kagum.
Seseorang menimpali, “apa pekerjaannya? Nggak usah kamu target kalau dia cuma mahasiswa, tidak bisa dimintai uang. Target cowok itu yang kaya-kaya, yang sudah punya modal memang dari orangtuanya”.
Aku hanya diam mendengar. Sejujurnya aku tersinggung. Aku baru saja menikah sebulan lalu dengan seorang pemuda. Dia masih semester akhir, mengejar gelar Sarjana Keperawatannya. Dan aku? Aku juga sementara semester akhir di Akademi Analis Kesehatan.
Dalam kesendirian, aku sering merenung. Mengapa aku menerimanya begitu saja saat ia datang?. Mengapa aku tidak menolaknya? Atau paling tidak menunda pernikahan dengan alasan kuliah. Seperti kebanyakan mahasiswa lain. Tapi ah, tidak wah itu namanya. Tidak fantastis. Justru inilah saat yang tepat, menangkap bola yang datang. Menikah di saat masih kuliah, so what ghitu loh?. Selain lebih bisa menjaga kehormatan diri, ada alasan lain yang lebih fundamental. Alasan yang sering kusampaikan pada suamiku di saat-saat kami sedang berdua saja.
Kak Ismail, umurnya terpaut tiga tahun dariku, yang selama ini ku kagumi dalam diam, akhirnya sah menjadi bagian dari hari-hariku. Dia datang ke rumah di saat cinta dalam hatiku sedang mekar-mekarnya. Tepat beberapa bulan setelah Ramadhan, sejak doa-doaku mengalir deras meminta dirinya pada Rabb-ku.
Saat dia datang, orangtuaku menyerahkan semua keputusan padaku.
“toh kamu sendiri yang akan menjalaninya”, kata mereka padaku. Mereka sudah tahu perasaanku pada lelaki itu. Hatiku sudah mentok padanya. Jangan tanyakan padaku mengapa. Pernahkah engkau menyukai seseorang tanpa tahu alasan mengapa engkau menyukainya?. Ya, seperti itulah aku.
Terngiang kembali kata-kata itu, “Nggak usah kamu target kalau dia cuma mahasiswa, tidak bisa dimintai uang. Target cowok itu yang kaya-kaya, yang sudah punya modal memang dari orangtuanya”. Pernyataan yang betul-betul menantang. Tantangan untuk segera bangkit. Sering sesak rasanya dada ini mendengar kata-kata seperti itu, atau yang senada. Namun apa daya, memang begitulah keadaannya.
Allah sesuai persangkaan kita kepada-Nya, iya kan?. Tunggulah sebentar lagi, akan kami buktikan. Dengan pertolongan Allah tentunya. Semua hanya butuh kesabaran. Dia seorang perawat, dalam darahnya juga mengalir darah saudagar, warisan dari kedua orangtuanya. Aku sendiri Analis Kesehatan. Jadi apa yang mesti ku khawatirkan?. Allah bersama kita. Selalu. Insya Allah.
Enam bulan lagi kami wisuda. Setelahnya, aku bisa langsung kerja, insya Allah. Dia juga sudah merencanakan akan membuka usaha nanti; toko sepatu dan tas. Orangtuanya sudah menyanggupi akan memberi modal. Sembari melanjutkan S2 Fisiologinya. Nanti juga bisa jadi dosen. Lantas, nikmat Tuhanmu yang mana lagikah yang kamu dustakan?. Kita hanya butuh sedikit bersabar, Sayang...
***
“Sabar”, kata yang  begitu mudah kita sampaikan pada orang lain yang tengah dirundung sedih. Namun akan sulit rasanya jika kita sendiri yang berada di posisi itu.
“bersabarlah”
“kamu tidak merasakan apa yang aku rasakan”
Benar memang, dengan mudahnya kita menyuruh seseorang untuk bersabar. Tapi akan beda rasanya jika kita yang berada di posisi itu.
***
 Suamiku, belahan jiwaku,  aku hanya ingin selalu berada di sisimu, membantumu sebisaku, meringankan beban di pundakmu. Aku hanya ingin menjadi penyejuk hati dan pelipur lara bagimu, menjadi penyemangat dalam hidupmu, aku ingin selalu membantumu semampuku.
Aku bahagia bisa bersamamu. Sungguh. Aku sangat bahagia bisa menjadi bagian dari hari-harimu, menjadi bagian dari dirimu.
Suamiku, belahan jiwaku. Tahukah engkau alasan mengapa aku memilihmu? mengapa bukan orang lain? karena aku percaya padamu. Aku percaya engkau adalah laki-laki yang bertanggung-jawab.  engkau adalah laki-laki yang penyayang. Sebab tidak mudah menghambakan diri pada seorang manusia, menghamba seumur hidup. Karena itu aku menerimamu penjadi imam di kehidupanku. Karena aku percaya padamu, engkau adalah imam yang baik, yang penyayang, yang akan selalu dicintai oleh Allah.
Aku ingin selalu bisa tampak ceria di hadapanmu, selalu menjadi orang yang paling bahagia karena kehadiranmu. Tapi lihatlah, engkau terlalu sering melihatku menangis di bulan awal pernikahan kita.. maafkan aku yang begitu sering membuatmu sedih..
***
 “ada yang ingin kamu utarakan ya, Cinta?”
“hmm? Tidak..”
“pasti ada.. iya kan? Apa itu?”
“aku meyayangimu”
“aku juga”
“........”
“selain itu?  pasti ada lagi kan?”
“aku sangat menyayangimu`”
“itu yang pertama.. yang kedua apa?”
“yang pertama , aku meyayangimu.. Yang kedua, aku menyayangimu.. Yang ketiga, aku menyayangimu.. Yang keempat, aku sangat menyayangimu”.
Dia mendekapku lalu menghujaniku dengan ciuman. Aku hanya terseyum, memeluk erat tubuhnya. Seakan tak ingin kulepas. Sambil kuelus-elus punggungnya, aku berkata dengan suara tertahan,
“aku hanya ingin menjadi orang yang selalu bisa membantumu. Aku ingin selalu bisa memudahkan urusanmu..”. aku terdiam sejenak, sulit melanjutkan. Meski beban itu menyesakkan dada, tapi aku tak ingin mengeluh padanya. 
Samar-samar aku mendengar ia berbisik di telingaku, “aku akan selalu mencintaimu”.
Tanpa terasa, butiran bening jatuh membasahi pipiku. Daguku masih bertopang di bahunya yang kekar. Aku tak ingin ia melihatku menangis, Tanpa melepas pelukan, cepat-cepat kuseka air mataku dengan punggung tanganku.
“aku takut suatu saat nanti terjadi sesuatu yang tidak diharapkan, sehingga aku tak bisa melakukan apa-apa lagi untukmu”
“jangan berfikir yang bukan-bukan.. kita harus selalu berprasangka-baik pada Allah. Yang penting kita tetap berusaha, Cinta..”, dia menciumku beberapa kali.
Aku terdiam. Batinku membenarkan perkataannya. Erat-erat kupeluk tubuhnya, serasa tak ingin ku melepasnya. Ya, Allah.. aku mencintainya karena-Mu.
hasbunallaah wa ni`mal wakiil. Cukuplah Allah bagi kita, Sebaik-baik penolong..

Jumat, 07 Desember 2012


Daun yang jatuh tak pernah membenci angin.
Tapi aku bukan daun, dan kau pun bukanlah angin.


Sabtu, 10 November 2012

In Ahsantum, Ahsantum Li Anfusikum.


“Sebenarnya bagaimana keputusannya ini? Tolong perjelas apakah saya lulus atau tidak?”, tulisnya. Nggak jelas!.
“Memangnya ada apa?”, salah seorang temannya bertanya.
“Barusan ada sesuatu. Tapi alhamdulillah saya dinyatakan lolos. Thanks, God. J”, jawabnya.
Daripada ikutan penasaran, mending saya bertanya. “lulus di program mana, Kak?”.
Beberapa waktu kemudian, ia jawab “@Zahra: ada tiga program. 1) XL Leader Future. 2) Lomba essai nasional. 3) Beasiswa BI. Alhamdulillah Allah memberiku banyak anugerah tak terduga bulan ini...”.
Aku terperangah. Wow! masya Allah. Dasar Scholarship Hunter!. Betul-betul Successed Hunter, or whatever-lah!. Aku menggelarinya Scholarship Hunter. Kalau tidak salah, ini kali ke-lima dia dapat beasiswa selama tiga tahun dia kuliah di Unhas. dan sekarang apa yang sedang ia lakukan?. Sekarang dia sedang di Jakarta ikut kompetisi essai nasional, sepertinya begitu.
Apakah aku iri?. hmm.. sedikit. Tapi setelah kupikir-pikir, dia memang pantas mendapatkan semua keberuntungan itu. Dia, Seniorku di SMA, mantan ketua Rohis, pernah menjabat ketua Sekbid Ketakwaan OSIS, juga aktif di Studi Club (Kimia dan Bajeng English Club), dan masih banyak kegiatan lain yang pernah ia ikuti. Semangatnya untuk mandiri sangat besar. Sedapat mungkin ia tak ingin menjadi orang yang bisanya hanya bergantung pada orang lain. Dan lagi, ia sangat berbakti pada ibunya. Katanya, “Jangan sampai engkau pernah membuat ibumu mengalirkan air mata karena tingkahmu. Kamu tidak akan beruntung selamanya”.
Aku kenal baik keluarganya. Bagaimana tidak? Aku sekelas dengan adiknya, teman kursus, teman kelas, sekaligus teman bimbel dulu. Jadi sering bareng ke mana-mana. Mereka keluarga yang hebat!. Aku mengenal mereka sejak kelas enam SD, sudah berapa tahun tuh? Sudah lama!. Dan sama sekali tidak ada catatan buruk (sebatas yang ku ketahui).
Setahuku, dia respek pada semua teman dan sahabatnya. Senang membantu sesama. Tanggap pada orang-orang yang membutuhkan bantuannya. Mungkin karena doa ibunya, ayahnya, dan setiap orang yang ia tolong, menyebabkan keberuntungan demi keberuntungan menyertainya.
Orang seperti ini yang dibutuhkan Indonesia. Manusia yang semangat untuk berbuat kebaikan kepada banyak orang, yang pandai membagi waktu untuk diri, keluarga, dan orang lain. Semoga Allah selalu menjaga semangatnya dalam berbuat kebaikan. Yaa Muqallibal Quluub.. Tsabbit quluubunaa `alaa diinik.. Wahai Dzat Yang Membolak-balikkan hati.. tetapkan hati kami di atas agama-Mu. Amin...
Aku teringat ucapan Ir. Soekarno, “berikan padaku sepuluh pemuda yang mencintai bangsanya, akan aku guncang dunia!”.
Coba bandingkan dengan kata-kata, “berikan padaku sepuluh pemuda, maka akan aku bentuk boy-band atau girl-band”. Sangat tidak sepadan kan?.



Sabtu, 03 November 2012

...


Sepi. Seisi rumah berakhir pekan ke Bilaya, kecuali aku. Apa daya, tugas-tugas kampus yang bertumpuk menghalangiku untuk berangkat ke mana-mana. aku ingin menghabiskan akhir pekanku hanya dengan menuntaskan seluruh pe-er ini.
Sepi. Betul-betul sepi rumah hari ini. Tidak ada suara mama yang lagi sibuk masak, terus panggil semuanya makan. Tidak ada suara bapak yang sering ngasih nasihat (kadang juga pake marah-marah) buat anak-anaknya yang bandel. Tidak ada suara Nina dan Lathifah yang sering berceloteh sampai bertengkar. Tidak ada Ahmad yang bisa dimintai tolong belikan apa-apa di warung. Tidak ada Kaltsum yang sibuk berceloteh tentang pertandingan MU versus Chelsea. Semunya tidak ada, semuanya pergi. Tinggal aku sendiri di sini, bersama suara ketikan komputer, bersama rintik hujan. Bersama angin dan nyamuk-nyamuk nakal. Fiuuh... barangkali begini ya rasanya tinggal di perantauan.
Hmm.. aku berharap besok hujan deraaaas sekali, agar aku tidak berfikir mau ke mana-mana. Aku ingin di rumah saja dulu, dengan tumpukan pe-er ini. Oke, Fighting!.
Karena manisnya hidup akan terasa setelah lelah berjuang.


Jumat, 19 Oktober 2012


Selagi ku punya waktu.. Terangi aku dengan Cahaya-Mu, ya Rabb..

I Say Thanks, My Friends


Jangan memandang padaku jika disebut IPK 4,00. Aku malu, kawan. Pertanggung-jawabannya berat sekali, you know. Predikat sebagai “Mahasiswa Terbaik” itu tidak pantas untukku. Terkadang aku masih lupa pelajaran-pelajaran yang telah lalu. Malu saat seseorang bertanya tentang sesuatu namun tak mampu kujawab. Meski lupa adalah perkara yang manusiawi, tetap saja predikat itu memberi beban padaku.
Saat mempersilahkanku berbicara di depan orang-orang baru, engkau selalu memperkenalkan bahwa inilah mahasiswa terbaik, kebanggaan dari kelas kami. Jujur, aku malu mendengarnya. Pantaskah?. Jangan berlebihan.. aku mungkin tak lebih baik darimu, kawan.. Tapi kuucapkan terimakasih atas prasangka baikmu padaku selama ini. Kumohon tetap doakan aku untuk selalu dalam kebaikan.
Oh iya, minta maaf soal absen yang bermasalah itu ya. itu semua salahku. Terima kasih yang sebesar-besarnya buat Ketua Tingkat yang selalu memaklumi dan memaafkanku, yang tak pernah memarahiku sebesar apapun kesalahanku. Terimakasih yang tak terhingga juga untuk jajaran pengurus kelas, sahabat-sahabatku, beserta seluruh teman kelasku “Microfilaria B” 2010 yang selalu men-support, selalu ada dalam suka maupun duka. Semoga hidayah dan rahmat Allah selalu menyertai kita. Amin..



Sabtu, 15 September 2012

Yang Terlupa Dari Keikhlasan


Pemburu nilai, pemburu nilai di mata manusia!. Sampai kapan kau seperti itu?. Tidakkah kau menginginkan sesuatu yang lebih baik?. Kau hanya kagum pada orang-orang yang telah mendahuluimu. Mereka-mereka yang telah membuktikan apa yang mereka impikan. Mereka telah membuktikan bahwa mereka bisa. Sedangkan kau, ada apa denganmu?. Kau masih diam di sini. Membisu. Tidakkah kau berfikir bahwa kau pun bisa seperti mereka atau bahkan lebih?. Bergeraklah!. Ayo bangkit!. Lupakan semua penilaian manusia kepadamu!. Mereka hanya mengukurmu dari apa yang telah kau lakukan, sedangkan kau? Kau mengukur dirimu dari apa yang bisa kau lakukan. Masih banyak yang harus diperjuangkan. Bergeraklah, bangkitlah, dan ikhlaskan semuanya!.

***

Yang Terlupa Dari Keikhlasan

Ikhlas, suatu kata yang sudah tidak asing lagi di telinga kaum muslimin. Sebuah kata yang singkat namun sangat besar maknanya. Sebuah kata yang seandainya seorang muslim terhilang darinya, maka akan berakibat fatal bagi kehidupannya, baik kehidupan dunia terlebih lagi kehidupannya di akhirat kelak. Ya itulah dia, sebuah keikhlasan. Amal seorang hamba tidak akan diterima jika amal tersebut dilakukan tidak ikhlas karena Allah.
Allah berfirman yang artinya,
“Maka sembahlah Allah dengan mengikhlaskan agama kepada-Nya.” (Qs. Az Zumar: 2)
Keikhlasan merupakan syarat diterimanya suatu amal perbuatan di samping syarat lainnya yaitu mengikuti tuntunan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.
Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu berkata, “Perkataan dan perbuatan seorang hamba tidak akan bermanfaat kecuali dengan niat (ikhlas), dan tidaklah akan bermanfaat pula perkataan, perbuatan dan niat seorang hamba kecuali yang sesuai dengan sunnah (mengikuti Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam)”
Apa Itu Ikhlas ?
Banyak para ulama yang memulai kitab-kitab mereka dengan membahas permasalahan niat (dimana hal ini sangat erat kaitannya dengan keikhlasan), di antaranya Imam Bukhari dalam kitab Shahih-nya, Imam Al Maqdisi dalam kitab Umdatul Ahkam, Imam Nawawi dalam kitab Arbain An-Nawawi dan Riyadhus Shalihin-nya, Imam Al Baghowi dalam kitabMasobihis Sunnah serta ulama-ulama lainnya. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya keikhlasan tersebut. namun, apakah sesungguhnya makna dari ikhlas itu sendiri ?
Ukhti muslimah, yang dimaksud dengan keikhlasan adalah ketika engkau menjadikan niatmu dalam melakukan suatu amalan hanyalah karena Allah semata, engkau melakukannya bukan karena selain Allah, bukan karena riya (ingin dilihat manusia) ataupun sum’ah (ingin didengar manusia), bukan pula karena engkau ingin mendapatkan pujian serta kedudukan yang tinggi di antara manusia, dan juga bukan karena engkau tidak ingin dicela oleh manusia. Apabila engkau melakukan suatu amalan hanya karena Allah semata bukan karena kesemua hal tersebut, maka ketahuilah saudaraku, itu berarti engkau telah ikhlas. Fudhail bin Iyadh berkata, “Beramal karena manusia adalah syirik, meninggalkan amal karena manusia adalah riya.”
Dalam Hal Apa Aku Harus Ikhlas ?
Sebagian manusia menyangka bahwa yang namanya keikhlasan itu hanya ada dalam perkara-perkara ibadah semata seperti sholat, puasa, zakat, membaca al qur’an , haji dan amal-amal ibadah lainnya. Namun ukhti muslimah, ketahuilah bahwa keikhlasan harus ada pula dalam amalan-amalan yang berhubungan dengan muamalah. Ketika engkau tersenyum terhadap saudarimu, engkau harus ikhlas. Ketika engkau mengunjungi saudarimu, engkau harus ikhlas. Ketika engkau meminjamkan saudarimu barang yang dia butuhkan, engkau pun harus ikhlas. Tidaklah engkau lakukan itu semua kecuali semata-mata karena Allah, engkau tersenyum kepada saudarimu bukan karena agar dia berbuat baik kepadamu, tidak pula engkau pinjamkan atau membantu saudarimu agar kelak suatu saat nanti ketika engkau membutuhkan sesuatu maka engkau pun akan dibantu olehnya atau tidak pula karena engkau takut dikatakan sebagai orang yang pelit. Tidak wahai saudariku, jadikanlah semua amal tersebut karena Allah.
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Ada seorang laki-laki yang mengunjungi saudaranya di kota lain, maka Allah mengutus malaikat di perjalanannya, ketika malaikat itu bertemu dengannya, malaikat itu bertanya, “Hendak ke mana engkau ?” maka dia pun berkata “Aku ingin mengunjungi saudaraku yang tinggal di kota ini.” Maka malaikat itu kembali bertanya “Apakah engkau memiliki suatu kepentingan yang menguntungkanmu dengannya ?” orang itu pun menjawab: “Tidak, hanya saja aku mengunjunginya karena aku mencintainya karena Allah, malaikat itu pun berkata “Sesungguhnya aku adalah utusan Allah untuk mengabarkan kepadamu bahwa sesungguhnya Allah mencintaimu sebagaimana engkau mencintai saudaramu itu karena-Nya.” (HR. Muslim)
Perhatikanlah hadits ini wahai ukhti, tidaklah orang ini mengunjungi saudaranya tersebut kecuali hanya karena Allah, maka sebagai balasannya, Allah pun mencintai orang tersebut. Tidakkah engkau ingin dicintai oleh Allah wahai ukhti ?
Dalam hadits lain, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah engkau menafkahi keluargamu yang dengan perbuatan tersebut engkau mengharapkan wajah Allah, maka perbuatanmu itu akan diberi pahala oleh Allah, bahkan sampai sesuap makanan yang engkau letakkan di mulut istrimu.” (HR Bukhari Muslim)
Renungkanlah sabda beliau ini wahai ukhti, bahkan “hanya” dengan sesuap makanan yang seorang suami letakkan di mulut istrinya, apabila dilakukan ikhlas karena Allah, maka Allah akan memberinya pahala. Bagaimana pula dengan pengabdianmu terhadap suamimu yang engkau lakukan ikhlas karena Allah ? bukankah itu semua akan mendapat ganjaran dan balasan pahala yang lebih besar? Sungguh merupakan suatu keberuntungan yang amat sangat besar seandainya kita dapat menghadirkan keikhlasan dalam seluruh gerak-gerik kita.
Berkahnya Sebuah Amal yang Kecil Karena Ikhlas
Ukhti muslimah yang semoga dicintai oleh Allah, sesungguhnya yang diwajibkan dalam amal perbuatan kita bukanlah banyaknya amal namun tanpa keikhlasan. Amal yang dinilai kecil di mata manusia, apabila kita melakukannya ikhlas karena Allah, maka Allah akan menerima dan melipat gandakan pahala dari amal perbuatan tersebut. Abdullah bin Mubarak berkata, “Betapa banyak amalan yang kecil menjadi besar karena niat, dan betapa banyak pula amal yang besar menjadi kecil hanya karena niat.”
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Seorang laki-laki melihat dahan pohon di tengah jalan, ia berkata: Demi Allah aku akan singkirkan dahan pohon ini agar tidak mengganggu kaum muslimin, Maka ia pun masuk surga karenanya.” (HR. Muslim)
Lihatlah ukhti, betapa kecilnya amalan yang dia lakukan, namun hal itu sudah cukup bagi dia untuk masuk surga karenanya. Dalam hadits lain Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallambersabda: “Dahulu ada seekor anjing yang berputar-putar mengelilingi sumur, anjing tersebut hampir-hampir mati karena kehausan, kemudian hal tersebut dilihat oleh salah seorang pelacur dari bani israil, ia pun mengisi sepatunya dengan air dari sumur dan memberikan minum kepada anjing tersebut, maka Allah pun mengampuni dosanya.” (HR Bukhari Muslim)
Subhanallah, seorang pelacur diampuni dosanya oleh Allah hanya karena memberi minum seekor anjing, betapa remeh perbuatannya di mata manusia, namun dengan hal itu Allah mengampuni dosa-dosanya. Maka bagaimanakah pula apabila seandainya yang dia tolong adalah seorang muslim ? Dan sebaliknya, wahai ukhti, amal perbuatan yang besar nilainya, seandainya dilakukan tidak ikhlas, maka hal itu tidak akan berfaedah baginya. Dalam sebuah hadits dari Abu Umamah Al Bahili, dia berkata: Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah dan bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang seseorang yang berperang untuk mendapatkan pahala dan agar dia disebut-sebut oleh orang lain?” maka Rasulullah pun menjawab: “Dia tidak mendapatkan apa-apa.” Orang itu pun mengulangi pertanyaannya tiga kali, Rasulullah pun menjawab: “Dia tidak mendapatkan apa-apa.” Kemudian beliau berkata: “Sesungguhnya Allah tidak akan menerima suatu amalan kecuali apabila amalan itu dilakukan ikhlas karenanya.” (Hadits Shahih Riwayat Abu Daud dan Nasai). Dalam hadits ini dijelaskan bahwa seseorang yang dia berjihad, suatu amalan yang sangat besar nilainya, namun dia tidak ikhlas dalam amal perbuatannya tersebut, maka dia pun tidak mendapatkan balasan apa-apa.
Buah dari Ikhlas
Untuk mengakhiri pembahasan yang singkat ini, maka kami akan membawakan beberapa buah yang akan didapatkan oleh orang yang ikhlas. Seseorang yang telah beramal ikhlas karena Allah (di samping amal tersebut harus sesuai dengan tuntunan RasulullahShallallahu ‘alaihi wa sallam), maka keikhlasannya tersebut akan mampu mencegah setan untuk menguasai dan menyesatkannya. Allah berfirman tentang perkataan Iblislaknatullah alaihi yang artinya: Iblis menjawab: “Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, Kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas di antara mereka.” (Qs. Shod: 82-83). Buah lain yang akan didapatkan oleh orang yang ikhlas adalah orang tersebut akan Allah jaga dari perbuatan maksiat dan kejelekan, sebagaimana Allah berfirman tentang Nabi Yusuf yang artinya “Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang ikhlas. “ ( Qs. Yusuf : 24). Pada ayat ini Allah mengisahkan tentang penjagaan Allah terhadap Nabi Yusuf sehingga beliau terhindar dari perbuatan keji, padahal faktor-faktor yang mendorong beliau untuk melakukan perbuatan tersebut sangatlah kuat. Akan tetapi karena Nabi Yusuf termasuk orang-orang yang ikhlas, maka Allah pun menjaganya dari perbuatan maksiat. Oleh karena itu wahai ukhti, apabila kita sering dan berulang kali terjatuh dalam perbuatan kemaksiatan, ketahuilah sesungguhnya hal tersebut diakibatkan minim atau bahkan tidak adanya keikhlasan di dalam diri kita, maka introspeksi diri dan perbaikilah niat kita selama ini, semoga Allah menjaga kita dari segala kemaksiatan dan menjadikan kita termasuk orang-orang yang ikhlas. Amin ya Rabbal alamin.
Artikel www.muslimah.or.id 
***