Rabu, 13 Juni 2012

Hidup Harus Menerima dengan Penerimaan yang Indah


Saat merapikan buku-buku, tak sengaja kutemukan buku bersampul biru itu; buku harianku. Ku buka lembar demi lembar. Mataku berhenti di sebuah tulisan. Tulisan yang kutulis dua tahun lalu, saat aku kelas tiga SMA. Waktu itu umurku tujuh belas tahun.
“Assalamu`alaikum, tidaklah seorang diuji melebihi batas kemampuannya.. kamu harus berjuang dan berusaha keras mendapatkan kebaikan yang kamu inginkan.. keraguan itu datangnya dari syaithan yang menjauhkan manusia dari kebaikan.. ikutilah hati nuranimu, mudah-mudahan Allah selalu memberkahi dan memudahkan jalanmu. Amin.”
Sebuah pesan dari seorang seniorku di SMA. Di bawah tulisan itu ku tulis namanya dengan terang. Salah satu motivatorku. Saat itu ia tengah belajar di Institut Teknologi Telkom, Bandung. Sekarang.. sepertinya dia sebentar lagi lulus. Setelah itu mungkin akan langsung lanjut S2. Good Luck, Senior..
 Ku temukan pula tulisan lain di bukuku;
Assalamualaikum. Fatimah, besok ikutko Grafik?. Ahkam
Grafik, lupa apa kepanjangannya. Semacam lomba matematika begitu. Huwaaa.... ku ingat lagi kenangan-kenangan itu.. Kenangan yang sangaaaaat menyenangkan!. Selama sekolah di SMABA, moment paling menyenangkan adalah ikut lomba bareng teman-teman. Berpacu, saling berebut untuk berada di daftar teratas peserta yang lolos ke babak selanjutnya. Huhuhu... aku rindu mereka. Rindu kak Nurul, kak Rachma, kak Husnul, kak Ahkam, juga partnerku si Anno. Entah bagaimana kabarnya mereka semua sekarang. Yang jelas, sedang berusaha menapaki tangga kesuksesan. Mereka semua adalah orang-orang dengan motivasi yang tinggi untuk sukses. Senang rasanya saat berada dekat dengan mereka. Aku rindu berkumpul bersama mereka, memecahkan soal-soal Matematika. Heran juga mengapa aku bisa terdampar ke klub itu, MATRICS. Mathematic Training Club of SMABA. Padahal sebenarnya otakku sering laloud (lambat louding) kalau ketemu soal Matematika loh! (hadouuh.. paayah!).
Untuk urusan ini, kak Husnul selalu membesar-besarkan hatiku agar tak putus asa. Dia sering mengatakan, “Fatimah itu memang kadang lama mengerti.. tapi kalau sudah mengertimi, lama sekali baru hilang towwa..”. dan setelah itu dia akan dengan sabar menjelaskan soal-soal yang kutanyakan padanya. 
Di antara teman-teman, kak Husnul yang paling cerewet plus paling humoris. Ada-ada saja tingkah ataupun ucapannya yang bisa membuat kami tertawa. Mungkin begitu yah memang karakternya anak kedua. Hidup tanpa beban.. J. Selain cerewet, dia juga yang paling “rakus”. Entah itu rakus sama soal-soal, ataupun rakus saat makan. Kalau makan selalu yang paling cepat!. Pantasan tuh kak Husnul selalu ceria.. energinya selalu full!. Hehehe... Kalau kak Husnul sih sahabat Matematika-ku sejak SMP. Dia itu kalo cerita selalu semangat. Bahkan dulu (waktu SMP) sering nakandatto` poeng kepalaku.. addeeh.. Mentang-mentang dia lebih tinggi.. seenaknya aja main kandatto`-kandatto`. Sayangnya saat itu aku tak pernah bisa membalas kecuali dengan kalimat protes sambil alis berkerut-kerut, soalnya kepalanya sulit dijangkau.
Aku terus membaca. Kutemukan pesan lain:
Jangan pernah memikirkan kesempatan kedua kalo bisa meraih yang pertama. Kalo bisa janganmako fikir jurusan lain selain kedokteran. Harus fokus sama tujuan utama.. waktu yang kita butuhkan lebih banyak dari waktu yang tersedia, Fatimah.
Kedokteran? Yah, itu salah satu impianku dulu. Tapi hidup harus menerima, dengan penerimaan yang indah. Termasuk untuk mimpi yang tak tercapai. Sekarang, waktunya menatap ke depan. Merajut kembali mimpi yang sempat rubuh. Untuk hidup yang lebih baik.. optimislah, Fatimah!.
Aku masih terus membaca. Bertemu pesan yang bagiku sangat bermakna, karena betul-betul menyentuh relung jiwaku.
“Sebenarnya, dulu waktu smp mauka masuk ITB, tapi waktu kelas 1 SMA kak syamsul luluski di ITT, jadi kutanya2mi, ternyata bagus jugaji di ITT, jadi ITT oriented gaya belajarku.. Sebenarnya kalo cita2 fatimah i2 berubah2,, cobako waktu kecil ditanya cita2mu mau jadi apa, mungkin bukan jadi dokter, tapi setelah dewasa, tau banyak hal akhirnya mau skaliko jadi dokter,, sebenarnya cita2mu itu bukan dokter,, tapi apa yang melatarbelakangi fatimah mau jadi dokter itu sebenarnya cita2 fatimah,, jadi jangan sampai karna tidak jadi dokter fatimah lupa sama tujuan fatimah,, mungkin tujuan fatimah "ingin membantu sesama" bisa dicapai dengan berbagai cara, bukan hanya jadi dokter,, dan ingat selalu Allah,,
Allah punya cara yang indah untuk membuat hamba2nya terseyum bahagia,, kalo cita2 fatimah belum sama dengan yang diinginkan Allah, maka la tahzan, innallaha ma'anaa.. Nanti kuceritakan seniorku yang ditolak di kedokteran (bukan karna tidak lulus loh..) karna buta warna dan beliau jadi apa sekarang..
Note : sbnarnya cita2ku bukan ITT,, tapi saya mau ikut lomba tingkat internasional,, jadi mencoba menuntut ilmu di jawa,, sekarang lagi berusaha mencari jalan,, insya Allah...”. 
Yaa Rabb.. Engkau yang mengetahui seluruh mimpiku. Engkau yang pada-Mu ku gantungkan seluruh harapku. Ku tahu Engkau tak pernah mengecewakanku. Tak akan pernah. You are always The Best for me.


Jumat, 01 Juni 2012

Aku Tidak Bangga Diri, Sayang... Sama Sekali Tidak.


Menyusuri sepanjang jalan Banta-bantaeng, tertunduk. Merenung. 
Aku baru saja menerima pesan dari seorang yang ku sebut sebagai sahabat. Awalnya aku hanya ingin berbagi kesan dengannya. Ku katakan padanya, “Yang paling bikin aku semangat belajar itu cuman hadiah dari Bapak. Ituji”. Maksudnya, janji-janji dan hadiah dari ayahku-lah yang paling membuatku semangat untuk belajar. Hadiah-hadiah itulah yang paling berperan memacu semangat belajarku. Mengalahkan penat, berpacu dengan waktu. Tiap kali aku meraih suatu prestasi di sekolah, dia selalu memberiku hadiah. Kebiasaan ini masih juga ia teruskan saat aku di perguruan tinggi. Hadiah yang bagiku cukup besar, begitu berharga karena ku dapat dengan penuh susah payah.
“Belakanganpi ku sadari banyak sekali keberuntungan yang ku dapat setelahnya”, ini isi pesan yang juga ku sampaikan pada sahabatku. Tak lama kemudian datang balasan darinya, “Ketika seseorang menceritakan prestasi-prestasinya dengan terlalu bersemangat, dengan nada sombong dan penuh keyakinan, hal tersebut malah jadi meMUAKkan. #someone tidak perlu menyebut prestasi-prestasi yang kita peroleh, cukup diam, dan biarkan prestasi-prestasi itu yang berbicara”.
Engkau benar, wahai Sahabatku. Mungkin aku sudah terlalu jauh melambung ke awan. Boleh jadi aku akan bangga diri dengan segala prestasi yang telah ku raih. Dengan beasiswa itu, dengan nilai-nilai yang selalu A, dengan indeks prestasi yang gemilang itu. Boleh jadi itu memang benar. Padahal kullu man `alaihaa faan. Semuanya fana, semua akan musnah tak tersisa. Terima kasih telah membuka lebar mataku akan tipu daya syaithan yang sangat licik itu. syaithan begitu pintar, ia hendak menggelincirkanku dari bersyukur kepada Allah, ia terus berusaha menelusupkan kerusakan-kerusakan ke dalam hatiku. Aku beruntung karena Allah mengirimkan seorang penolong bagiku, yaitu dirimu. Terima kasih telah membantuku untuk bangkit dari kemungkinan untuk terperosok ke dalam jurang yang begitu dalam, lembah kenistaan. Inilah alasan mengapa aku memilihmu menjadi satu di antara sahabatku.
Tapi perlu engkau ketahui tidak ada maksudku untuk menyombongkan diri saat menceritakannya. Aku hanya sedang sangat bahagia kala itu. Daripada aku senyum-senyum sendiri (nanti dikira orang gila lagi!), lebih baik aku ceritakan pada orang-orang terdekatku. Ya, pada orang-orang terdekat saja. Pada ayah, pada ibu, pada adikku, dan juga padamu, sahabatku. Mengapa hanya pada kalian? Karena aku percaya. Berbagi dengan orang-orang yang tepat pasti akan menggapai manfaat yang besar. Lihat, hanya pada kalian. Tidak pada sembarang orang kan?. Karena aku tahu bahwa perkara hati itu sangat halus, mudah berubah, dan sulit ditebak. Sombong? Semoga tidak pernah, sayang.. Karena aku ingat pesan-Nya, “Janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan sombong” dan “Sungguh tidak akan masuk Syurga orang yang di dalam hatinya ada kesombongan meski hanya seberat dzarrah”. Bangga diri? Semoga juga tidak pernah. Karena di atas langit masih ada langit. Tidak ada yang patut di banggakan dari diri ini.
Terima kasih untuk nasihatmu yang begitu berharga, wahai Sahabatku..



***

“Ketika seseorang menceritakan prestasi-prestasinya dengan terlalu bersemangat, dengan nada sombong, dan penuh keyakinan, hal tersebut malah jadi meMUAKkan. #someone tidak perlu menyebut prestasi-prestasi yang kita peroleh, cukup diam, dan biarkan prestasi-prestasi itu yang berbicara. ”
Ketika membaca pesan ini, aku tercengang. Sister, kamu menyindirku?. Butuh waktu lama memilih kata yang tepat untuk hingga akhirnya ku balas, “Haik, arigatou”.
Dan lebih lama lagi waktu yang ku butuhkan untuk merenungi makna dari pesan itu. Teringat semua kejadian yang telah lampau. Mengingat semua kesalahan yang telah ku lakukan. Dan memang, manusia tak selamanya selalu benar.
Ku putuskan untuk bertanya lagi padanya, “Yang mana dari tulisanku yang ada nada-nada ujub dan kesombongannya, Sista?”.
Cepat dia balas, “Jangan salah paham, bukan itu...”.
Ku balas lagi, “Tapi ku suka ji pesannya koq...”. padahal sebenarnya, addeuh... rasanya nano-nano!.
Jeongmal mianhae. Tadi itu toh bukaka web-nya suatu Universitas Ternama –Tak perlu saya sebut namanya- trus ada postingan tentang mahasiswanya yang identik dengan high quality-nya dan karena itu banyak yang ujub jadi ada orang yang coba kritisi atau bahasa halusnya bikin sadarlah... trus ketemu sama kata-kata itu dan aku coba send ke kamu, jadi ndak adaji hubungannya dengan postingan di blogmu..”
“Hohoho... :D Sempatka` muhasabah tadi.”
“Lagian.. Terlalu peka”.
Rasanya langsung plong.. Fiuuh... Bincang-bincang berlanjut hangat.