Aku
malu. Sungguh aku malu pada diriku sendiri. Apa kehebatanmu sehingga harus
membuatmu berbangga diri, hah?. Seberapa pantaskah kau tuk ku banggakan?.
Sungguh aku malu.
Ramadhan
adalah bulan istimewa. Selalu memiliki kesan istimewa bagiku. Seperti
Ramadhan-ramadhan yang telah lalu, demikian pula dengan Ramadhan tahun ini.
Masjid Babul Haq, masjid kesayanganku, semakin indah. Baru saja direnovasi,
sekarang sudah berlantai dua. Temboknya dicat krem, kesannya kayak di Tahfizh,
salah satu pondok penghafal Al-Qur`an yang pernah ku tempati menginap. Kami
(makmum yang perempuan) shalat di lantai dua. Dan ada yang lebih istimewa,
imamnya itu loh. Imamnya hafizh 30 juz, masya Allah. Dia hafal Al-Qur`an saat
SMA, umurnya hanya 2 tahun lebih tua dariku. Ya Allah... aku iri.. Yassir
namanya. Aku pernah mendengar tentangnya. Yang ku tahu, dia orang hebat. Telah
hafal Al-Qur`an setamat SMA, setelah itu dia lanjut ke Pesantren Ar-Royyah di
Jawa. Di sana memantapkan bahasa Arab dan hafalan Qur`an-nya. Dia termasuk
siswa jempolan di sana, menguasai qiro`ah sab`ah, dan sudah pernah naik haji
atas biaya pesantren. Ramadhan kali ini, dia yang jadi imamnya di masjid
kampungku. Bahagianya lagi, kakaknya menikah dengan saudariku. Jadinya hubungan
kami jadi keluarga dekaaat sekali. Jadi di keluargaku yang sudah hafal Al-Quran
30 juz ada banyak: Ruqayyah, Ullah, Yassir. Nanti insya Allah menyusul Yusran,
Firah, mungkin juga Kaltsum (semoga mereka diberi keteguhan hati oleh Allah).
Ya Allah... aku kaaapaann??? Kapan giliranku?? Aku pun ingin, ya Rabb..
T.T
Di
Ramadhan kali ini aku banyak berdoa. Semoga Allah memudahkan diriku dalam
menghafal kitab-Nya, memberiku karunia berupa hafalan Al-Qur`an 30 juz,
menghiasi akhlakku dengan Al-Qur`an, dan kalau boleh, aku juga minta pada Allah
semoga dia memberiku teman hidup yang cinta Al-Qur`an, hafal Al-Qur`an, dan
dihiasi akhlaknya dengan Al-Qur`an. Ya Allah... aku memang tidak sempurna, aku
memang punya banyak kekurangan, tapi ku tahu rahmat-Mu begitu luas.. ku mohon
kabulkan doa-doaku, Ya Rabb...
Lebaran
tahun ini istimewa. Setelah pernikahan Ruqayyah, jadinya kami bisa jalan-jalan
ke Sinjai. Wuih... orang Gowa menikah dengan orang Sinjai, mantap euy!. Apalagi
dua-duanya hafal Qur`an. Ya Allah... sungguh aku iri... aku pun ingin menjadi
hafizhah, bukan sekedar gelar, tapi betul-betul menjadi seorang yang pribadinya
dihiasi dengan cahaya Al-Qur`an. Ya Allah, ku mohon perteguh jiwaku dengan
Al-Qur`an, kuatkan selalu kecintaanku pada Qur`an...
Oh
ya, aku mau cerita niyh. Abis lebaran kemarin, kami langsung meluncur ke
Sinjai. Termasuk Sang Imam, Yassir. Lho, koq dia ikut?. Ya iyalah, dia kan
bagian dari keluarga kami. Kami satu mobil bareng-bareng ke Sinjai. Bapak,
Mama, aku, Kaltsum, Zainab, Lathifah, Ahmad, Ruqayyah, Kak Ullah, dan Yassir.
Bahagianya bisa bersama dengan mereka. Adik-adikku banyak bicara di mobil.
Keberadaan mereka menjadikan suasana mobil tak pernah sepi. Ada saja celoteh
mereka yang membuat suasana mobil jadi heboh. Eh, ternyata Yassir juga
ikut-ikutan ketawa loh... ternyata seorang hafizh Al-Qur`an 30 juz juga bisa
tertawa.. hehe.. hadouh.. mereka kan juga manusia. Iki piye toh.. tapi tetap
aja mereka kalem. Para hafizh dan hafizhah itu: kak Ullah, Ruqayyah, dan
Yassir. Sungguh aku iri pada mereka. Iriiii sekaaliii...!!!.
Sampai
di Sinjai, kami salam-salaman, trus makan-makan, tidak lupa jalan-jalan. Saat
baru tiba, ku lihat Yassir mencium tangan ibunya dengan takzim, lalu mencium
kening ibunya. Suasana pertemuan seorang ibu dengan putranya yang jauh dari
rantau, yang telah menghabiskan 4 tahun di pulau seberang demi menuntut ilmu
Al-qur`an, putera yang telah lama dirindukan. Duhh... hatiku langsung luluh
melihat situasi ini. Rasanya ingin menangis... aku kagum dengan keluarga ini.
Keluarga yang telah melahirkan generasi-generasi Qur`ani. Sulit menemukan
keluarga yang seperti ini. Keluarga dengan putera-puteri yang hafal A-Qur`an.
Entah bagaimana Ayah dan ibu mereka mendidik anak-anaknya. Jelas peran orangtua
sangat penting di sini. Buah tak jatuh jauh dari pohonnya. Pak Massiara dan
isterinya betul-betul pendidik yang berhasil, masya Allah. Sangat wajar
orangtua yang hebat melahirkan generasi-generasi luar biasa seperti Kak Ullah,
Yassir, Kak Ana, dan saudara-saudaranya. Kerendahan hati mereka semakin
membuatku kagum, membuatku merasa malu pada diriku sendiri. Kami bercerita
tentang kejuaraan-kejuaraan tingkat nasional yang pernah mereka ikuti.
Musabaqah di berbagai kota telah mereka taklukkan. Tak tampak sama sekali
keangkuhan di wajah-wajah mereka. Yang ada hanyalah ketenangan dan ketawadhu`an
(kerendahan hati). Mendengar kisah-kisah mereka membuatku merasa semakin tak
ada apa-apanya. Kejuaraan MTQ yang pernah ku menangi di tingkat kabupaten, jauh
tak sebanding dengan Kak Ullah bersaudara yang sudah sering menang di tingkat
nasional. Tambah lagi mereka tak pernah berbangga diri. Hal ini terlihat saat
kedatangan kami disambut hangat di Sinjai. Aku sangat bersyukur Ruqayyah
menikah dengan Kak Ullah. Aku jadi bisa selalu dekat dengan orang-orang hebat
seperti mereka, para generasi Qur`ani itu. meski kadang aku malu pada diriku
sendiri, sudah cukup rasanya bagiku bisa dekat dengan mereka, belajar banyak
dari kehidupan mereka. Aku akan terus belajar. Thanks, God...
***
Kemarin,
ku utarakan niatku pada Ruqayyah, mama, dan bapak.
“Lulus
dari Analis Poltekkes, aku mau masuk pondok Tahfidzul Qur`an.”.
Ku kira
mereka akan mendukungku. Lha, ternyata ketiga-tiganya kompak tidak setuju. Kak
Ullah juga, katanya khawatir nanti aku melupakan ilmu-ilmu yang telah ku
pelajari di Poltekkes. Kata bapak lagi, aku tetap bisa menghafal di luar.
Yaah,, kan beda. Haddouuh... aku bingung, ya Allah. Ku mohon mudahkan aku. Terangi
hatiku dengan Al-Qur`an, ku mohon...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar