Jumat, 01 Juni 2012

Aku Tidak Bangga Diri, Sayang... Sama Sekali Tidak.


Menyusuri sepanjang jalan Banta-bantaeng, tertunduk. Merenung. 
Aku baru saja menerima pesan dari seorang yang ku sebut sebagai sahabat. Awalnya aku hanya ingin berbagi kesan dengannya. Ku katakan padanya, “Yang paling bikin aku semangat belajar itu cuman hadiah dari Bapak. Ituji”. Maksudnya, janji-janji dan hadiah dari ayahku-lah yang paling membuatku semangat untuk belajar. Hadiah-hadiah itulah yang paling berperan memacu semangat belajarku. Mengalahkan penat, berpacu dengan waktu. Tiap kali aku meraih suatu prestasi di sekolah, dia selalu memberiku hadiah. Kebiasaan ini masih juga ia teruskan saat aku di perguruan tinggi. Hadiah yang bagiku cukup besar, begitu berharga karena ku dapat dengan penuh susah payah.
“Belakanganpi ku sadari banyak sekali keberuntungan yang ku dapat setelahnya”, ini isi pesan yang juga ku sampaikan pada sahabatku. Tak lama kemudian datang balasan darinya, “Ketika seseorang menceritakan prestasi-prestasinya dengan terlalu bersemangat, dengan nada sombong dan penuh keyakinan, hal tersebut malah jadi meMUAKkan. #someone tidak perlu menyebut prestasi-prestasi yang kita peroleh, cukup diam, dan biarkan prestasi-prestasi itu yang berbicara”.
Engkau benar, wahai Sahabatku. Mungkin aku sudah terlalu jauh melambung ke awan. Boleh jadi aku akan bangga diri dengan segala prestasi yang telah ku raih. Dengan beasiswa itu, dengan nilai-nilai yang selalu A, dengan indeks prestasi yang gemilang itu. Boleh jadi itu memang benar. Padahal kullu man `alaihaa faan. Semuanya fana, semua akan musnah tak tersisa. Terima kasih telah membuka lebar mataku akan tipu daya syaithan yang sangat licik itu. syaithan begitu pintar, ia hendak menggelincirkanku dari bersyukur kepada Allah, ia terus berusaha menelusupkan kerusakan-kerusakan ke dalam hatiku. Aku beruntung karena Allah mengirimkan seorang penolong bagiku, yaitu dirimu. Terima kasih telah membantuku untuk bangkit dari kemungkinan untuk terperosok ke dalam jurang yang begitu dalam, lembah kenistaan. Inilah alasan mengapa aku memilihmu menjadi satu di antara sahabatku.
Tapi perlu engkau ketahui tidak ada maksudku untuk menyombongkan diri saat menceritakannya. Aku hanya sedang sangat bahagia kala itu. Daripada aku senyum-senyum sendiri (nanti dikira orang gila lagi!), lebih baik aku ceritakan pada orang-orang terdekatku. Ya, pada orang-orang terdekat saja. Pada ayah, pada ibu, pada adikku, dan juga padamu, sahabatku. Mengapa hanya pada kalian? Karena aku percaya. Berbagi dengan orang-orang yang tepat pasti akan menggapai manfaat yang besar. Lihat, hanya pada kalian. Tidak pada sembarang orang kan?. Karena aku tahu bahwa perkara hati itu sangat halus, mudah berubah, dan sulit ditebak. Sombong? Semoga tidak pernah, sayang.. Karena aku ingat pesan-Nya, “Janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan sombong” dan “Sungguh tidak akan masuk Syurga orang yang di dalam hatinya ada kesombongan meski hanya seberat dzarrah”. Bangga diri? Semoga juga tidak pernah. Karena di atas langit masih ada langit. Tidak ada yang patut di banggakan dari diri ini.
Terima kasih untuk nasihatmu yang begitu berharga, wahai Sahabatku..



***

“Ketika seseorang menceritakan prestasi-prestasinya dengan terlalu bersemangat, dengan nada sombong, dan penuh keyakinan, hal tersebut malah jadi meMUAKkan. #someone tidak perlu menyebut prestasi-prestasi yang kita peroleh, cukup diam, dan biarkan prestasi-prestasi itu yang berbicara. ”
Ketika membaca pesan ini, aku tercengang. Sister, kamu menyindirku?. Butuh waktu lama memilih kata yang tepat untuk hingga akhirnya ku balas, “Haik, arigatou”.
Dan lebih lama lagi waktu yang ku butuhkan untuk merenungi makna dari pesan itu. Teringat semua kejadian yang telah lampau. Mengingat semua kesalahan yang telah ku lakukan. Dan memang, manusia tak selamanya selalu benar.
Ku putuskan untuk bertanya lagi padanya, “Yang mana dari tulisanku yang ada nada-nada ujub dan kesombongannya, Sista?”.
Cepat dia balas, “Jangan salah paham, bukan itu...”.
Ku balas lagi, “Tapi ku suka ji pesannya koq...”. padahal sebenarnya, addeuh... rasanya nano-nano!.
Jeongmal mianhae. Tadi itu toh bukaka web-nya suatu Universitas Ternama –Tak perlu saya sebut namanya- trus ada postingan tentang mahasiswanya yang identik dengan high quality-nya dan karena itu banyak yang ujub jadi ada orang yang coba kritisi atau bahasa halusnya bikin sadarlah... trus ketemu sama kata-kata itu dan aku coba send ke kamu, jadi ndak adaji hubungannya dengan postingan di blogmu..”
“Hohoho... :D Sempatka` muhasabah tadi.”
“Lagian.. Terlalu peka”.
Rasanya langsung plong.. Fiuuh... Bincang-bincang berlanjut hangat. 

3 komentar:

  1. Habis baca2 di blog ini.alhamdulillah,banyak dapat pelajaran.afwan nah kak,selama ini sdh jadi silent reader.hehe.kalau mau comment biasa ribet sekali bela.ok.sy tunggu tulisan slanjutnya.:)

    BalasHapus
  2. :)

    Akhirnya ada juga yang koment. hehe...
    Syukron, Aisyah. Selama ini saya kira cuman bicara sama keyboard. :) hehe...
    Tapi, dari tulisan kita bisa mengenal pribadi seseorang. Karena bagaimana pun, jasad akan musnah. jadi, mari menulis..

    Makasih juga, Aqifah.. Selamat hari raya `idul fitri. Taqabbalallahu minnaa wa minkum.

    BalasHapus