Cinta
ooh cinta... selalu saja menjadi topik yang menarik. Berbicara tentang cinta
memang tak ada habis-habisnya!. Kayak tadi, saat kami menunggu pukul 9 malam,
waktu pulang untuk petugas rumah sakit yang dinas sore. Sambil menunggu
berjalannya waktu, mahasiswa-mahasiswa maupun petugas lab melakukan kegiatannya
sendiri-sendiri. Teman-temanku: Asti menulis laporan, Bunga cerita-cerita sama
Ayu di ruang tunggu lab, Nanda nonton film Korea yang ada di komputer lab..
yang lainnya nggak tau lagi ngapain. Aku sendiri menghitung waktu, menunggu
jemputan (Papa tersayang), sambil duduk di antara Asti yang lagi nulis laporan,
dan Nanda yang lagi nonton film Korea. Bosan liat jam, ganti liatin Asti yang
terus saja sibuk dengan laporannya, trus ganti lagi liatin komputer yang ada di
depan Nanda (di depanku juga), jadilah aku juga nonton tuh film. Wuih...
temanya kayaknya tentang cinta-cinta lagi nih. Di filmnya diceritakan tentang
cinta yang dipendam selama 9 tahun. Hohoho... aku jadi ikut terbawa
haru-birunya nih. Sampe filmnya selesai, Papa belum datang-datang juga.
Beruntung karena teman-teman magang yang dari UIT ngajakin ngobrol.
“Farah
kayak orang Arab pake jilbab begitu. Cantik... cocok mukanya. Mirip... siapa
ya? mirip itu yang di filmnya Dalam Mihrab Cinta, atau mirip siapa lagi itu
namanya? Mirip Oki, Oki Setiana Dewi.”
Aku
menengadah, berpaling dari layar komputer ke arah teman-teman. Trus nyengir
kuda (itu kayak bagaimana ya?). hehe... jangan muji gitu dong, langsung besar
nih kelapa, eh kepala. Asti sendiri yang dari tadi sibuk menulis melulu,
berhenti menulis. Dia menoleh padaku sambil memasang pandangan menggoda.
Hahaha... apa liat-liat, Asti? Ada utangku?.
Trus
Rahmi, seperti wartawan, mewawancaraiku, “Bagaimana kabar Anda, Mbak Okki?”.
Sambil
senyum, aku jawab, “alhamdulillah baik, Mbak”
“dengar-dengar
kabar... Anda lagi dekat dengan Furqan ya? (Iryadi Arsyal... cocokmi?... siapa
lagi namanya tuh yang perankan Furqan di film KCB? adduh... lupa bela)”.
Aku
tertawa. Hahaha.. ada-ada aja nih anak.
“Farah,
bagaimana kalau misalkan na tembakki` itu kayak Furqan?”.
“mati
dong...”, jawabku.
“bukan
tembak begitu, maksudnya menyatakan cinta...”, ku lihat mukanya bertanya,
mimiknya lucu!. Hehehe... kayak orang serius. Ku jawab apa ya?. masalahnya
untuk soal yang model begini sih belum pernah ku pelajari di sekolah maupun
perkuliahan, jadinya gak tau mau jawab apa. Masalah tembak-menembak, jadi
keingat masa muda dulu (sok tua niyh). Aku jadi ingat sama pertanyaan itu,
“Bagaimana kalau misalkan natembakki`
NNN, Farah?”. Atau pertanyaan teman padaku waktu aku kelas I SMA, “bagaimana
kalau mau betulanki Kak RRRRR sama qta`, Farah?”. Itu pertanyaan yang sering
dilontarkan teman-teman SMP ataupun teman-teman SMA-ku dulu. Aku dulu sekolah
di umum, SMA pun masuk SMA Negeri, kebetulan SMA Unggulan di daerahku. Jadi
yaaa gitu deh, agak kena imbas sinetron tuh anak-anak sekolah. SMA-ku punya
banyak sekali peraturan, kalo dilanggar, misalkan “datang terlambat”, “tidak
mengikuti upacara setiap hari senin”, sampai kepada hal-hal detail seperti
“tidak menggunakan topi, dasi, dan atribut selama upacara”, maka yang melanggar
akan langsung diberi poin. Terus kalo poinnya sampe 100, maka langsung dikeluarkan
dari sekolah. Murid seangkatanku sudah ada yang sampai dikeluarkan. Yaa gitu,
dianya bandel, sering bolos, trus kadang tidak menghormati guru, gak tau lagi
deh pelanggaran apa.
Sayangnya
“Pacaran” tidak termasuk hal yang terlarang di SMA-ku. Namanya juga SMA negeri,
beda sama pesantren, yang kalo ada santrinya sampe ketahuan pacaran, langsung
dibotak atau dihukum berat-berat, atau mungkin dikeluarkan dari sekolah. SMA-ku
yah kayak SMA biasa lainnya, fenomena berdua-duaan, ketemuan, boceng sana
bonceng sini bukanlah hal yang luar biasa. Itu sudah sangat lumrah. Hanya
orang-orang tertentu yang selamat (dijaga sama Allah mungkin yah). Aku kadang
risih sendiri liat teman-teman yang mojok-mojok di belakang atau di sudut
kelas, nggak malu apa? Apalagi sama teman yang sudah berkali-kali gonta-ganti
pacar. Aku sangat bersyukur karena selamat dari hal-hal yang seperti ini.
Beruntung
sekali karena Allah masih menganugrahkan padaku teman-teman yang baik:
teman-teman di Rohis (Kerohanian Islam). Awal-awal masuk SMA, ketuanya langsung
ngajak kami bergabung. Aku ya ikutlah... tiap pekan Rohis mengadakan kajian
keagamaan, aku jadi bisa bareng teman-teman yang baik.
Situasi
yang `agak mengganggu`, atau terkadang menggelikan juga adalah saat seorang
teman sekelas cowok yang sering memandangiku. Kalo nggak punya kerjaan,
biasanya dia akan berdiri di pintu, trus liatin aku terus (kenape? Ada utangku
sama situ kah?). Kalo ada dia di pintu, aku jadi malas keluar kelas. Malas
berhadapan sama tuh orang kurang kerjaan. Parahnya lagi kalo dia merasa nggak
dipedulikan, dianya malah pergi ambil kursi trus duduk di depanku. Waah...
kasian nih satu bocah, begini memang kalo nggak ada yang bimbing kasian. Hidup
tak tentu arah, godain cewek nomor satu, giliran pelajaran... nomor satu juga,
tapi dari belakang. Eh, tidakji towwa... tidak sampeji nomor satu
dari belakang. Oh iya... untung tamengku kuat!. Aku mana berani macam-macam,
Babe galak banget!. Kalau ketahuan berani macam-macam sama cowok, pokoknya
siap-siap aja. Gak bakalan liat matahari esok. Pokoknya ngeri deh!. Untungnya
Allah selalu menemaniku, membimbingku, menerangi hari-hariku. Prestasi sekolah
adalah prioritas utama. Jangan sekolah kalo nggak berprestasi. Kayak sekarang
juga, jangan kuliah kalo nggak sukses!.
Di
sampingku, Asti masih berkutat dengan laporannya. Itu laporan selama dua minggu
yang baru dikerja gara-gara buku laporannya dipinjam, baru dikembalikan sama
teman. Nanda kembali membuka-buka file di komputer. Aku sendiri jadi penunggu
setia. Bapak lama banget niyh... jangan-jangan lupa kalo di sini seorang
puterinya menunggu kasian. Ku ambil bukuku, dan kuselesaikan laporan yang sisa
satu halaman. Rahmi, teman dari UIT, ngajakin ngobrol.
“Saya
toh senang sekali liatin Farah. Semakin diliat semakin menyenangkan. Beda sama
Narti, semakin kuliati semakin mengantukka`”, asli bercanda niyh. Kami tertawa.
Aku membela Narti, “masa` itu Narti nakasi` begituki`?”. Narti, berasal dari
kampus yang sama dengan Rahmi, hanya tersenyum dan mengiyakan saja. Ambilmi
beng.
Rahmi
bertanya lagi, “Farah sejak kapan pakai jilbab besar?”
“Sejak
pertama kuliah”
“bagaimana
rasanya itu? Kenapa memutuskanki untuk berjilbab besar?”
Wow...
kemarin juga waktu kami jalan bareng ke bangsal perawatan buat ambil sampel.
Asti berkata padaku, “Ku suka sekali liat orang pake jilbab besar. Nanti saya
maujaka juga pake. Tapi mau kukasi mantap dulu hatiku bela, soalnya saya
gerak-gerikku masih tomboy sekali”.
Aku
hanya tersenyum mendengarnya. Aku terharu. Ya Allah... berikan hidayah-Mu
kepada saudariku ini. Berikan hidayah-Mu kepada kami semua... Wahai Yang Maha
Membolak-balikkan hati, tetapkan hati kami di atas agama-Mu.. amin ya Rabb.
Aku
menjawab pertanyaan Rahmi tadi, “hmm... bagaimana ya? untuk lebih menjaga diri
saja. Waktu SMA dulu sempat ada beberapa teman cowok yang terfitnah (istilah
lainnya naksir), dari sana ngambil pelajaran. Harus lebih menjaga diri niyh.
Seorang perempuan, bagaimanapun akan selalu dilihat indah oleh laki-laki. Biar
lagi itu tidak terlalu cantikji. Tapi syetan memang pintar menghias wanita itu,
dijadikan indah pada pandangan laki-laki... trus pernahka juga baca ayat
Al-Qur`an tentang perintah mengulurkan jilbab ke dada, itu artinya jilbab harus
menutupi dada, tidak hanya batas leher. Dan memang dari bentuk tubuh saja,
wanita sudah beda dengan pria kan? Bisa menggoda begitu kayaknya”. Bagaimanakah
istilahnya yang benar? bingungka` juga bagaimana jelaskanki. wah, jadi malu
niyh, kayak ustadzahka` saja. Soalnya yang mendengarkan juga masih pasang muka
serius. Masih banyak lagi percakapan kami setelahnya. Rahmi juga sempat
bertanya,
“deh...
Farah. Cocokki` qta` sama orang kayak Furqan atau Dude`. Maujaki? Mauki ku
kasi` kenal sama ustad?” hah?! Waduh?!.
Asti
yang duduk di sampingku nyeletuk, “eh, tidak boleh. Sudahmi itu kupesan Farah
sama kakakku saja. Ada kakakku cowok”. Wow... kenapa tong ini Asti na ada di
sampingku saat cerita begituan? Matimija orang digodain kalo begini...
Asti,
“iya, sudah kujodohkan itu sama kakakku gang. Kakakku di keperawatanki.
Cocokji toh sama-sama di kesehatan?”.
Aku
hanya garuk-garuk kepala, tidak gatal sebenarnya, tapi gak tau mau bilang apa. Hadouh...
ini Asti kambuh lagi.
Tidak
lama begitu teman yang lain, Ayu, masuk ke lab, mengajak kami pulang, “ayomi pulang,
teman-teman. Datangmi yang dinas malam”.
Asti
mengajakku pulang. Di antara semua mahasiswa magang di RSUD, dia memang yang paling
akrab denganku. “ayo`mi pulang, Farah... datangmi bapakku?”.
Aku
protes, “ihh gang... bapakku!”.
Asti
juga bersikeras, “bapaknya kakakku, berarti bapakku juga”
Rahmi
menengahi, “kan sudah ditakdirkanmi toh bilang orang baik itu berjodoh sama orang
baik”
Asti
kumat lagi, ”berarti kakakku orang baik dong? Karena orang baik juga nadapat”. Teman-teman
yang lain cuma tertawa. Sebagian menimpali, “ooo.. jadi Farah sama kakaknya Asti
niyh ceritanya, biasaji iyya memang begitu... hehehe”. Aku hanya menggeleng sambil
berkata, “Tidak... sembarang tong itu Asti..”. Asti memang orangnya suka bercanda,
jadi aku tahu itu 100% hanya main-main.
Wah,
Asti masih kurang kerjaan tuh, dia berkata lagi, “pokoknya sudahmi kujodohkan. Jadi
nanti kalo datang kakakku langsung mami kutarik. Farah orang Limbungji toh?
Gampangmi itu. Farah, pulang duluanka` nah. Salamku sama bapak..! Assalamu`alaikum”.
“Wa`alaikumsalam
warahmatullah..”, aku masih hendak protes. Sayangnya dia sudah keburu menghilang, meninggalkan
aku yang masih diam di kursi tunggu depan lab. Belum beranjak sedikitpun. Hingga
yang ditunggu akhirnya datang juga. Sepanjang perjalanan pulang aku merenung, ahh...
Farah.. Farah... Tulang rusuk tak akan pernah tertukar!.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar