Kamis, 06 September 2012

Santai Sejenak


Cinta ooh cinta... selalu saja menjadi topik yang menarik. Berbicara tentang cinta memang tak ada habis-habisnya!. Kayak tadi, saat kami menunggu pukul 9 malam, waktu pulang untuk petugas rumah sakit yang dinas sore. Sambil menunggu berjalannya waktu, mahasiswa-mahasiswa maupun petugas lab melakukan kegiatannya sendiri-sendiri. Teman-temanku: Asti menulis laporan, Bunga cerita-cerita sama Ayu di ruang tunggu lab, Nanda nonton film Korea yang ada di komputer lab.. yang lainnya nggak tau lagi ngapain. Aku sendiri menghitung waktu, menunggu jemputan (Papa tersayang), sambil duduk di antara Asti yang lagi nulis laporan, dan Nanda yang lagi nonton film Korea. Bosan liat jam, ganti liatin Asti yang terus saja sibuk dengan laporannya, trus ganti lagi liatin komputer yang ada di depan Nanda (di depanku juga), jadilah aku juga nonton tuh film. Wuih... temanya kayaknya tentang cinta-cinta lagi nih. Di filmnya diceritakan tentang cinta yang dipendam selama 9 tahun. Hohoho... aku jadi ikut terbawa haru-birunya nih. Sampe filmnya selesai, Papa belum datang-datang juga. Beruntung karena teman-teman magang yang dari UIT ngajakin ngobrol.
“Farah kayak orang Arab pake jilbab begitu. Cantik... cocok mukanya. Mirip... siapa ya? mirip itu yang di filmnya Dalam Mihrab Cinta, atau mirip siapa lagi itu namanya? Mirip Oki, Oki Setiana Dewi.”
Aku menengadah, berpaling dari layar komputer ke arah teman-teman. Trus nyengir kuda (itu kayak bagaimana ya?). hehe... jangan muji gitu dong, langsung besar nih kelapa, eh kepala. Asti sendiri yang dari tadi sibuk menulis melulu, berhenti menulis. Dia menoleh padaku sambil memasang pandangan menggoda. Hahaha... apa liat-liat, Asti? Ada utangku?.
Trus Rahmi, seperti wartawan, mewawancaraiku, “Bagaimana kabar Anda, Mbak Okki?”.
Sambil senyum, aku jawab, “alhamdulillah baik, Mbak”
“dengar-dengar kabar... Anda lagi dekat dengan Furqan ya? (Iryadi Arsyal... cocokmi?... siapa lagi namanya tuh yang perankan Furqan di film KCB? adduh... lupa bela)”.
Aku tertawa. Hahaha.. ada-ada aja nih anak.
“Farah, bagaimana kalau misalkan na tembakki` itu kayak Furqan?”.
“mati dong...”, jawabku.
“bukan tembak begitu, maksudnya menyatakan cinta...”, ku lihat mukanya bertanya, mimiknya lucu!. Hehehe... kayak orang serius. Ku jawab apa ya?. masalahnya untuk soal yang model begini sih belum pernah ku pelajari di sekolah maupun perkuliahan, jadinya gak tau mau jawab apa. Masalah tembak-menembak, jadi keingat masa muda dulu (sok tua niyh). Aku jadi ingat sama pertanyaan itu, “Bagaimana kalau misalkan  natembakki` NNN, Farah?”. Atau pertanyaan teman padaku waktu aku kelas I SMA, “bagaimana kalau mau betulanki Kak RRRRR sama qta`, Farah?”. Itu pertanyaan yang sering dilontarkan teman-teman SMP ataupun teman-teman SMA-ku dulu. Aku dulu sekolah di umum, SMA pun masuk SMA Negeri, kebetulan SMA Unggulan di daerahku. Jadi yaaa gitu deh, agak kena imbas sinetron tuh anak-anak sekolah. SMA-ku punya banyak sekali peraturan, kalo dilanggar, misalkan “datang terlambat”, “tidak mengikuti upacara setiap hari senin”, sampai kepada hal-hal detail seperti “tidak menggunakan topi, dasi, dan atribut selama upacara”, maka yang melanggar akan langsung diberi poin. Terus kalo poinnya sampe 100, maka langsung dikeluarkan dari sekolah. Murid seangkatanku sudah ada yang sampai dikeluarkan. Yaa gitu, dianya bandel, sering bolos, trus kadang tidak menghormati guru, gak tau lagi deh pelanggaran apa.
Sayangnya “Pacaran” tidak termasuk hal yang terlarang di SMA-ku. Namanya juga SMA negeri, beda sama pesantren, yang kalo ada santrinya sampe ketahuan pacaran, langsung dibotak atau dihukum berat-berat, atau mungkin dikeluarkan dari sekolah. SMA-ku yah kayak SMA biasa lainnya, fenomena berdua-duaan, ketemuan, boceng sana bonceng sini bukanlah hal yang luar biasa. Itu sudah sangat lumrah. Hanya orang-orang tertentu yang selamat (dijaga sama Allah mungkin yah). Aku kadang risih sendiri liat teman-teman yang mojok-mojok di belakang atau di sudut kelas, nggak malu apa? Apalagi sama teman yang sudah berkali-kali gonta-ganti pacar. Aku sangat bersyukur karena selamat dari hal-hal yang seperti ini.
Beruntung sekali karena Allah masih menganugrahkan padaku teman-teman yang baik: teman-teman di Rohis (Kerohanian Islam). Awal-awal masuk SMA, ketuanya langsung ngajak kami bergabung. Aku ya ikutlah... tiap pekan Rohis mengadakan kajian keagamaan, aku jadi bisa bareng teman-teman yang baik.
Situasi yang `agak mengganggu`, atau terkadang menggelikan juga adalah saat seorang teman sekelas cowok yang sering memandangiku. Kalo nggak punya kerjaan, biasanya dia akan berdiri di pintu, trus liatin aku terus (kenape? Ada utangku sama situ kah?). Kalo ada dia di pintu, aku jadi malas keluar kelas. Malas berhadapan sama tuh orang kurang kerjaan. Parahnya lagi kalo dia merasa nggak dipedulikan, dianya malah pergi ambil kursi trus duduk di depanku. Waah... kasian nih satu bocah, begini memang kalo nggak ada yang bimbing kasian. Hidup tak tentu arah, godain cewek nomor satu, giliran pelajaran... nomor satu juga, tapi dari belakang. Eh, tidakji towwa... tidak sampeji nomor satu dari belakang. Oh iya... untung tamengku kuat!. Aku mana berani macam-macam, Babe galak banget!. Kalau ketahuan berani macam-macam sama cowok, pokoknya siap-siap aja. Gak bakalan liat matahari esok. Pokoknya ngeri deh!. Untungnya Allah selalu menemaniku, membimbingku, menerangi hari-hariku. Prestasi sekolah adalah prioritas utama. Jangan sekolah kalo nggak berprestasi. Kayak sekarang juga, jangan kuliah kalo nggak sukses!.
Di sampingku, Asti masih berkutat dengan laporannya. Itu laporan selama dua minggu yang baru dikerja gara-gara buku laporannya dipinjam, baru dikembalikan sama teman. Nanda kembali membuka-buka file di komputer. Aku sendiri jadi penunggu setia. Bapak lama banget niyh... jangan-jangan lupa kalo di sini seorang puterinya menunggu kasian. Ku ambil bukuku, dan kuselesaikan laporan yang sisa satu halaman. Rahmi, teman dari UIT, ngajakin ngobrol.
“Saya toh senang sekali liatin Farah. Semakin diliat semakin menyenangkan. Beda sama Narti, semakin kuliati semakin mengantukka`”, asli bercanda niyh. Kami tertawa. Aku membela Narti, “masa` itu Narti nakasi` begituki`?”. Narti, berasal dari kampus yang sama dengan Rahmi, hanya tersenyum dan mengiyakan saja. Ambilmi beng.
Rahmi bertanya lagi, “Farah sejak kapan pakai jilbab besar?”
“Sejak pertama kuliah”
“bagaimana rasanya itu? Kenapa memutuskanki untuk berjilbab besar?”
Wow... kemarin juga waktu kami jalan bareng ke bangsal perawatan buat ambil sampel. Asti berkata padaku, “Ku suka sekali liat orang pake jilbab besar. Nanti saya maujaka juga pake. Tapi mau kukasi mantap dulu hatiku bela, soalnya saya gerak-gerikku masih tomboy sekali”.
Aku hanya tersenyum mendengarnya. Aku terharu. Ya Allah... berikan hidayah-Mu kepada saudariku ini. Berikan hidayah-Mu kepada kami semua... Wahai Yang Maha Membolak-balikkan hati, tetapkan hati kami di atas agama-Mu.. amin ya Rabb.
Aku menjawab pertanyaan Rahmi tadi, “hmm... bagaimana ya? untuk lebih menjaga diri saja. Waktu SMA dulu sempat ada beberapa teman cowok yang terfitnah (istilah lainnya naksir), dari sana ngambil pelajaran. Harus lebih menjaga diri niyh. Seorang perempuan, bagaimanapun akan selalu dilihat indah oleh laki-laki. Biar lagi itu tidak terlalu cantikji. Tapi syetan memang pintar menghias wanita itu, dijadikan indah pada pandangan laki-laki... trus pernahka juga baca ayat Al-Qur`an tentang perintah mengulurkan jilbab ke dada, itu artinya jilbab harus menutupi dada, tidak hanya batas leher. Dan memang dari bentuk tubuh saja, wanita sudah beda dengan pria kan? Bisa menggoda begitu kayaknya”. Bagaimanakah istilahnya yang benar? bingungka` juga bagaimana jelaskanki. wah, jadi malu niyh, kayak ustadzahka` saja. Soalnya yang mendengarkan juga masih pasang muka serius. Masih banyak lagi percakapan kami setelahnya. Rahmi juga sempat bertanya,
“deh... Farah. Cocokki` qta` sama orang kayak Furqan atau Dude`. Maujaki? Mauki ku kasi` kenal sama ustad?” hah?! Waduh?!.
Asti yang duduk di sampingku nyeletuk, “eh, tidak boleh. Sudahmi itu kupesan Farah sama kakakku saja. Ada kakakku cowok”. Wow... kenapa tong ini Asti na ada di sampingku saat cerita begituan? Matimija orang digodain kalo begini...
Asti, “iya, sudah kujodohkan itu sama kakakku gang. Kakakku di keperawatanki. Cocokji toh sama-sama di kesehatan?”.
Aku hanya garuk-garuk kepala, tidak gatal sebenarnya, tapi gak tau mau bilang apa. Hadouh... ini Asti kambuh lagi.
Tidak lama begitu teman yang lain, Ayu, masuk ke lab, mengajak kami pulang, “ayomi pulang, teman-teman. Datangmi yang dinas malam”.
Asti mengajakku pulang. Di antara semua mahasiswa magang di RSUD, dia memang yang paling akrab denganku. “ayo`mi pulang, Farah... datangmi bapakku?”.
Aku protes, “ihh gang... bapakku!”.
Asti juga bersikeras, “bapaknya kakakku, berarti bapakku juga”
Rahmi menengahi, “kan sudah ditakdirkanmi toh bilang orang baik itu berjodoh sama orang baik”
Asti kumat lagi, ”berarti kakakku orang baik dong? Karena orang baik juga nadapat”. Teman-teman yang lain cuma tertawa. Sebagian menimpali, “ooo.. jadi Farah sama kakaknya Asti niyh ceritanya, biasaji iyya memang begitu... hehehe”. Aku hanya menggeleng sambil berkata, “Tidak... sembarang tong itu Asti..”. Asti memang orangnya suka bercanda, jadi aku tahu itu 100% hanya main-main.
Wah, Asti masih kurang kerjaan tuh, dia berkata lagi, “pokoknya sudahmi kujodohkan. Jadi nanti kalo datang kakakku langsung mami kutarik. Farah orang Limbungji toh? Gampangmi itu. Farah, pulang duluanka` nah. Salamku sama bapak..! Assalamu`alaikum”.
“Wa`alaikumsalam warahmatullah..”, aku masih hendak protes.  Sayangnya dia sudah keburu menghilang, meninggalkan aku yang masih diam di kursi tunggu depan lab. Belum beranjak sedikitpun. Hingga yang ditunggu akhirnya datang juga. Sepanjang perjalanan pulang aku merenung, ahh... Farah.. Farah... Tulang rusuk tak akan pernah tertukar!.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar